Oleh: Nashrul Mukmin
Assalaamu'alaikum wr. wb,
Pertanyaan sebagaimana judul status saya di atas sering menggelitik fikiran kita setelah melihat realita dalam prakteknya yg ternyata para pengikut Wahabi Salafi tidak sesuai dengan apa-apa yg telah difatwakan oleh para ulama Salafus Sholih.
Sebagai bukti dari statmen saya tersebut, berikut ini saya kutipkan beberapa fakta yg berseberangan antara yg difatwakan oleh para ulama Salaf dengan yg dilakukan oleh para pengikut Wahabi Salafi.
Beberapa di antaranya adalah:
1. Kaum Salafi Wahabi menganggap bahwa membaca al-Qur’an di kuburan adalah bid’ah dan haram hukumnya, sementara Imam Syafi’I & Imam Ahmad menyatakan boleh dan bermanfaat bagi si mayit (lihat Fiqh as-Sunnah, Sayyid Sabiq, juz 1, hal. 472).
Bahkan Ibnul-Qayyim(rujukan Kaum Salafi) menyatakan bahwa sejumlah ulama salaf berwasiat untuk dibacakan al-Qur’an di kuburan mereka
(lihat Ar-Ruh, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hal. 33).
(lihat Ar-Ruh, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hal. 33).
2. Kaum Salafi Wahabi berpendapat bahwa bertawassul dengan orang yang sudah meninggal seperti Rasulullah Saw.atau para wali adalah bid’ah yang tentunya diharamkan, padahal para ulama salaf (seperti: Sufyan bin ‘Uyainah, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Thabrani, dan lain-lainnya) membolehkannya, bahkan mereka juga melakukannya dan menganjurkannya.
3. Kaum Salafi Wahabi tidak mau menerima pembagian bid’ah menjadi dua (sayyi’ah/madzmumah & hasanah/mahmudah) karena menurut mereka setiap bid’ah adalah kesesatan, padahal Imam Syafi’I (ulama salaf) telah menyatakan pembagian itu dengan jelas, dan pendapatnya ini disetujui oleh mayoritas ulama setelah beliau.
4. Kaum Salafi Wahabi seperti sangat alergi dengan hadis-hadis dha’if (lemah), apalagi yang dijadikan dasar untuk mengamalkan suatu amalan yang mereka anggap bid’ah, padahal ulama salaf seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Mahdi menganggap hadis-hadis dha’if sebagai hujjah dalam hukum. sedangkan para ulama hadis telah menyetujui penggunaan hadis-hadis dha’if untuk kepentingan fadha’il a’mal (keutamaan amal).
(Lihat al-Ba’its al-Hatsis, Ahmad Muhammad Syakir, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, Beirut, hal. 85-86).
(Lihat al-Ba’its al-Hatsis, Ahmad Muhammad Syakir, Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, Beirut, hal. 85-86).
5. Para ulama salaf tidak pernah mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. atau yang lainnya sebagaimana yang difatwakan kaum Salafi & Wahabi sebagai bid’ah tanpa dalil terperinci.
Padahal ibnu taimiyah (imam nya kaum salafy wahabi) dalam kitab nya Iqtidha’ as-Sirath al-Mustaqim hal.269 menyatakan bahwa; "Mereka yang mengagungkan maulid mendapat pahala besar karena tujuan baik dan pengagungan mereka kepada Rasulullah Saw...”
6. Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis terhadap orang yang tidak sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah-mudah memvonis orang lain sebagai ahli bid’ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat di dalam masalah furu’ (cabang). Imam Ahmad yang tidak membaca do’a qunut pada shalat shubuh tidak pernah menuding Imam Syafi’I yang melakukannya setiap shubuh sebagai pelaku bid’ah.
Masih banyak hal-hal lain yang bila ditelusuri maka akan tampak jelas bahwa antara pemahaman kaum Salafi & Wahabi dengan para ulama salaf tentang dalil-dalil agama sungguh jauh berbeda.